Atlit (sering pula dieja
sebagai atlet) adalah orang yang ikut serta dalam suatu
kompetisi olahraga kompetitif.
Para atlet harus mempunyai kemampuan
fisik yang lebih tinggi dari rata-rata. Seringkali kata ini digunakan untuk
merujuk secara spesifik kepada peserta atletik.
Seperti yang kita tahu , republik Indonesia tercinta
kita ini kaya dengan atlet- atlet bangsa berkualitas yang bagaikan mutiara-mutiara
berbakat yang apabila dipoles semakin mengkilat. Coba lihat
di abad ke 20 , Republik ini merajai di
bidang olahraga se-antero asean , bahkan dunia. Tidak bisa di pungkiri, para
anak bangsa bisa mengharumkan dan melambungkan negeri ini di berbagai sektor
olahraga, mulai dari sepak bola, bulu tangkis, atletik, aquatic, bela diri, dan
lain lain.
Banyak penghargaan yang berhasil dicapai oleh para
pengharum nama bangsa ini dalam bidang olahraga.
Lihat saja pada seagames, olimpiade , asean games, piala
tiger, AFF, para kontingen Indonesia berhasil mendulang medali , trofi, dan
mengibarkan sang merah putih di tempat tertinggi .
Masih ingatkah
kita dengan prestasi yang ditunjukkan oleh pemanah nasional kita Lilies Handayani
pada Olimpiade di Seoul pada 1988 dengan meraih medali perak? Susi Susanti dan
Alan Budikusuma pada Olimpiade Barcelona dengan meraih medali emas? dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Kita ambil contoh saja bulutangkis yang menjadi icon olahraga masyarakat kita. Pada beberapa tahun yang lalu Indonesia boleh berbicara banyak dalam setiap pertandingan bulutangkis tingkat nasional ataupun internasional digelar. Indonesia selalu menunjukkan taringnya ketika mereka mengikuti event-event yang digelar oleh Badminton World Federation (BWF).
Kita ambil contoh saja bulutangkis yang menjadi icon olahraga masyarakat kita. Pada beberapa tahun yang lalu Indonesia boleh berbicara banyak dalam setiap pertandingan bulutangkis tingkat nasional ataupun internasional digelar. Indonesia selalu menunjukkan taringnya ketika mereka mengikuti event-event yang digelar oleh Badminton World Federation (BWF).
Tetapi
akhir-akhir ini sepertinya olahraga ini menjadi milik negara lain seperti Cina,
Malaysia, dan Singapura. mereka berhasil menyalip Indonesia dan meraih
kejayaan , padahal mereka sebelumnya berada di bawah rata-rata
kemapuan atlet Indonesia. hal tersebut tidak lain adalah butuhnya perhatian yang lebih
dari pemerintah untuk memajukan prestasi di bidang olahraga khususnya. Namun pada kenyataan saat ini, pemerintah justru
terkesan kurang memperhatikan kesejahteraan mereka. Apalagi Atlit itu sangatlah diinterfrensi
oleh usia. umur
ini sangat mempengarui kesejahteraan para perkerja lapangan hijau. Atlet dengan
usia diatas kepala tiga ,sudah kurang begitu di lirik untuk disertakan dalam
perlombaan. Mungkin pada saat jayanya para atlet- atlet (masa mudanya) pemerintah banyak sekali memberikan
hadiah-hadiah sebagai tunjangan dari hasil apik yang mereka capai. Namun pada
masa tua , para pengharum nama bangsa itu justru terabaikan kesejahteraannya.
Beberapa mantan atlet memang
dapat menjalani kehidupan yang membahagiakan pasca mereka
memutuskan untuk pensiun. Ada yang mendapatkan perhatian dari pemerintah, ada
pula yang sudah punya perencanaan matang setelah pensiun.
Ivana
Lie merupakan salah satunya. Juara SEA Games 1979 dan 1983 itu kini menjadi
pegawai di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Masih banyak atlet yang punya
prestasi diberi apresiasi berupa pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil atau
pegawai BUMN. Sebut saja, Ilham Jaya Kusuma dari cabang sepak bola.
Sementara
Rudi Hartono (bulutangkis), Ade Rai (binaraga), Susi Susanti (bulutangkis),
Anjas Asmara (sepak bola), Haryanto Arbi (bulu tangkis), Puspita Mustika Adya
(balap sepeda), Richard Sam Bera (renang) kini bisa hidup mapan karena
mengelola bisnis. Mereka tampaknya sudah punya rencana matang saat masih
menjadi atlet.
Tapi
ada juga yang sebaliknya . contohnya saja Marina
Segedi, Mantan atlet pencak silat ini pernah
menjadi pahlawan bagi bangsanya.
Peraih medali emas SEA Games di Filipina pada 1981 tersebut harus banting tulang menghidupi keluarganya sebagai pedagang kue, nasi, sampai jadi peran pembantu di film , dan kemudian pengemudi taksi. Setelah dia berpisah dengan suaminya, Rainer Nurdin pada 1990, wanita yang juga menjadi juara tingkat Asia di Singapura itu, terpaksa harus menghidupi sendiri kedua anak perempuannya yang masih kecil: Ayu Yulinasari dan Rima Afriani Caroline.
Peraih medali emas SEA Games di Filipina pada 1981 tersebut harus banting tulang menghidupi keluarganya sebagai pedagang kue, nasi, sampai jadi peran pembantu di film , dan kemudian pengemudi taksi. Setelah dia berpisah dengan suaminya, Rainer Nurdin pada 1990, wanita yang juga menjadi juara tingkat Asia di Singapura itu, terpaksa harus menghidupi sendiri kedua anak perempuannya yang masih kecil: Ayu Yulinasari dan Rima Afriani Caroline.
Hidup pas-pasan juga dialami Hapsani, peraih medali perak dan perunggu
di SEA Games 1981 dan 1983. Bahkan mantan atlet lari estafet 4 x 100 meter ini
terpaksa menjual medali yang diperolehnya ke pasar loak di Jatinegara Jakarta
Timur, pada 1999.
“Suami
saya terpaksa menjual medali-medali itu untuk beli makanan. Sebab saat itu
suami saya menganggur,” jelas Hapsani yang kini telah berusia 50 tahun.
Kisah
Marina, dan Hapsani merupakan kenyataan betapa tragisnya nasib sejumlah mantan
atlet yang dulu pernah berjasa mengharumkan nama Indonesia.
Mereka
hidup pas-pasan, membanting tulang untuk menyambung hidup usai pensiun sebagai
atlet nasional.
Melihat fakta tersebut sudah sepatutnya pemerintah pemangku kebijakan mulai
bergerak. Apalagi kini sudah terbentuk Komnas API (Komisi Nasional Atlet dan
Pelatih Indonesia). Pemerintah tentunya bisa terbantu dalam memperhatikan
kehidupan dan kesejahteraan para mantan atlet yang kini merosot drastis. Bagaimanapun
juga, Mereka adalah bagian rakyat yang harus dilindungi, dan disejahterakan, Mereka
tidak boleh di anak tirikan.
Dan kita sebagai pemuda pemudi generasi penerus
bangsa hendaknya jangan pernah melupakan jasa-jasa dari orang – orang yang pernah dan
telah berjasa dalam kehidupan kita.
(Nasrotul Akhadah /XIIA1 /18/ untuk
memenuhi tugas PKN ‘artikel olahraga - to inform’)